Chef Online - Sudah beberapa hari belakangan ini Bayu, yang menduduki posisi Direktur di perusahaannya, mengalami masalah keluarga yang cukup besar. Sehingga, hal ini mempengaruhi pekerjaannya di kantor. Bayu menjadi lebih temperamen, seringkali marah kepada bawahan akibat kesalahan yang sepele, bahkan marah tanpa alasan yang jelas. Sikap Bayu ini mengakibatkan suasana kerja menjadi tidak kondusif.
Cerita tersebut merupakan contoh seorang pemimpin yang kurang memiliki emotional intelligence. Emotional Intelligence ini merupakan salah satu aspek penting yang menentukan sukses tidaknya organisasi, karena menentukan bagaimana pemimpin berinteraksi dengan orang lain dalam organisasi.
Apa itu emotional intelligence?
Menurut John D. Mayer dan David Caruso dalam Ivey Business Journal, definisi EI dapat dijelaskan dari gabungan kedua kata tersebut. Emotions adalah perasaan yang memberikan sinyal informasi mengenai suatu hubungan, seperti bahagia, sedih, marah dan takut. Sementara itu, Intelligence adalah suatu kapasitas untuk melakukan penalaran abstrak.
Sehingga, definisi EI menjadi kapasitas untuk memahami dan menjelaskan emosi, dan disisi lain, juga memanfaatkan emosi dalam meningkatkan pemikiran.
Model-Model Emotional Intelligence
Banyak penelitian yang membahas mengenai EI, namun yang paling popular diantaranya ada dua, yakni yang dikembangkan David Goleman dan Mayer-Salovey, sebagai berikut:
Model EI yang diperkenalkan oleh David Goleman menekankan pada empat kompetensi penting dalam EI, diantaranya:
1. Self-awareness, yakni kemampuan dalam membaca emosi sendiri dan memahami dampaknya terhadap orang lain.
2. Self-management, yakni kemampuan untuk mengontrol emosi serta beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Social awareness, yakni kemampuan dalam memahami emosi orang lain, dan bagaimana dampaknya terhadap organisasi.
4. Relationship management, kemampuan untuk menginspirasi, mempengaruhi, mengembangkan orang lain, serta juga mengatasi konflik.
Sementara itu, model Four-Branch yang diajukan oleh Mayer-Salovey mengemukakan bahwa terdapat empat aspek skill yang terkait dengan EI. Dua aspek pertama yakni Perception dan Facilitation, disebut juga dengan `experiential EI` karena mereka punya hubungan yang sangat dekat dengan perasaan. Perception merupakan kapasitas untuk memahami emosi orang lain secara akurat, sementara Facilitation adalah kemampuan untuk menggunakan emosi dalam meningkatkan pemikiran kita.
Sementara itu, aspek ketiga dan keempat dari EI skill disebut juga `strategic EI` karena keduanya terkait dengan mengkalkulasi serta merencanakan dengan informasi mengennai emosi. Aspek ketiga, Understanding Emotions, merupakan kemampuan memahami bagaimana emosi berubah, dan bagaimana emosi tersebut bisa mengbah perilaku. Sementara itu, aspek terakhir yakni Emotional Management merupakan kemampuan untuk menggabungkan logika dan emosi demi pengambilan keputusan yang efektif.
Keempat aspek ini terkait satu sama lain, namun mereka juga punya fungsi yang berbeda masing-masing.
Peran EI dalam Organisasi
Lalu seberapa penting peran EI dalam organisasi? EI penting sekali karena organisasi terdiri dari banyak orang dengan emosi yang berbeda-beda. Tanpa kemampuan EI yang baik, maka seorang pemimpin tidak akan dapat mengatasi konflik dengan efektif, serta tidak dapat memanfaatkan informasi secara optimal, terutama dalam pengambilan keputusan.
Tingkat EI yang tinggi, maka akan menghasilkan manfaat dalam beberapa aspek berikut ini:
• membuat orang lain nyaman terhadap kehadiran Anda
• tetap dalam kondisi kalem meskipun sedang mengalami masalah ataupun krisis
• membina hubungan baik dengan berbagai pihak di lingkungan kerja
• membantu mengatasi konflik yang muncul di lingkungan kerja
• memiliki empati terhadap perasaan orang lain
• mempengaruhi orang lain dengan taktik yang efektif
• mengatasi perubahan yang terjadi dalam lingkungan kerja
Selain manfaat tersebut, masih bisa disebut sejumlah manfaat lainnya. Intinya, EI sangat membawa banyak manfaat ke dalam organisasi, sehingga diharapkan tiap pemimpin memiliki EI yang tinggi.
Cerita tersebut merupakan contoh seorang pemimpin yang kurang memiliki emotional intelligence. Emotional Intelligence ini merupakan salah satu aspek penting yang menentukan sukses tidaknya organisasi, karena menentukan bagaimana pemimpin berinteraksi dengan orang lain dalam organisasi.
Apa itu emotional intelligence?
Menurut John D. Mayer dan David Caruso dalam Ivey Business Journal, definisi EI dapat dijelaskan dari gabungan kedua kata tersebut. Emotions adalah perasaan yang memberikan sinyal informasi mengenai suatu hubungan, seperti bahagia, sedih, marah dan takut. Sementara itu, Intelligence adalah suatu kapasitas untuk melakukan penalaran abstrak.
Sehingga, definisi EI menjadi kapasitas untuk memahami dan menjelaskan emosi, dan disisi lain, juga memanfaatkan emosi dalam meningkatkan pemikiran.
Model-Model Emotional Intelligence
Banyak penelitian yang membahas mengenai EI, namun yang paling popular diantaranya ada dua, yakni yang dikembangkan David Goleman dan Mayer-Salovey, sebagai berikut:
Model EI yang diperkenalkan oleh David Goleman menekankan pada empat kompetensi penting dalam EI, diantaranya:
1. Self-awareness, yakni kemampuan dalam membaca emosi sendiri dan memahami dampaknya terhadap orang lain.
2. Self-management, yakni kemampuan untuk mengontrol emosi serta beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.
3. Social awareness, yakni kemampuan dalam memahami emosi orang lain, dan bagaimana dampaknya terhadap organisasi.
4. Relationship management, kemampuan untuk menginspirasi, mempengaruhi, mengembangkan orang lain, serta juga mengatasi konflik.
Sementara itu, model Four-Branch yang diajukan oleh Mayer-Salovey mengemukakan bahwa terdapat empat aspek skill yang terkait dengan EI. Dua aspek pertama yakni Perception dan Facilitation, disebut juga dengan `experiential EI` karena mereka punya hubungan yang sangat dekat dengan perasaan. Perception merupakan kapasitas untuk memahami emosi orang lain secara akurat, sementara Facilitation adalah kemampuan untuk menggunakan emosi dalam meningkatkan pemikiran kita.
Sementara itu, aspek ketiga dan keempat dari EI skill disebut juga `strategic EI` karena keduanya terkait dengan mengkalkulasi serta merencanakan dengan informasi mengennai emosi. Aspek ketiga, Understanding Emotions, merupakan kemampuan memahami bagaimana emosi berubah, dan bagaimana emosi tersebut bisa mengbah perilaku. Sementara itu, aspek terakhir yakni Emotional Management merupakan kemampuan untuk menggabungkan logika dan emosi demi pengambilan keputusan yang efektif.
Keempat aspek ini terkait satu sama lain, namun mereka juga punya fungsi yang berbeda masing-masing.
Peran EI dalam Organisasi
Lalu seberapa penting peran EI dalam organisasi? EI penting sekali karena organisasi terdiri dari banyak orang dengan emosi yang berbeda-beda. Tanpa kemampuan EI yang baik, maka seorang pemimpin tidak akan dapat mengatasi konflik dengan efektif, serta tidak dapat memanfaatkan informasi secara optimal, terutama dalam pengambilan keputusan.
Tingkat EI yang tinggi, maka akan menghasilkan manfaat dalam beberapa aspek berikut ini:
• membuat orang lain nyaman terhadap kehadiran Anda
• tetap dalam kondisi kalem meskipun sedang mengalami masalah ataupun krisis
• membina hubungan baik dengan berbagai pihak di lingkungan kerja
• membantu mengatasi konflik yang muncul di lingkungan kerja
• memiliki empati terhadap perasaan orang lain
• mempengaruhi orang lain dengan taktik yang efektif
• mengatasi perubahan yang terjadi dalam lingkungan kerja
Selain manfaat tersebut, masih bisa disebut sejumlah manfaat lainnya. Intinya, EI sangat membawa banyak manfaat ke dalam organisasi, sehingga diharapkan tiap pemimpin memiliki EI yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Yuk comment tapi jangan SPAM ya..