(Management – Finance) – Capital Budgeting merupakan suatu langkah yang mutlak dilakukan dalam mengevaluasi proposal investasi dan proyek. Dalam proses melakukan capital budgeting, terdapat beberapa aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan dan menjadi panduan utama, diantaranya:
1.Gunakan Selalu Cash Flow
Dalam melakukan capital budgeting, yang selalu digunakan adalah cash flow, bukannya accounting profit. Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di kemudian hari, sementara arus kas benar-benar merupakan kas yang sudah diterima di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan kembali.
Misalnya, jika kita mempunyai tanah, perlengkapan dan aset tetap lainnya, tentunya terdepresiasi selama beberapa tahun umur ekonomisnya. Dalam perhitungan laba akuntansi, depresiasi dimasukkan dalam komponen beban yang mengurangi laba akuntansi, padahal depresiasi tidak mengurangi arus kas. Sehingga, cash flow menjadi lebih relevan dalam melakukan capital budgeting.
2. Think Incrementally
Ketika mengevaluasi satu proyek capital budgeting, berusahalah untuk selalu think incrementally, yakni bagaimana tambahan yang dihasilkan oleh suatu proyek terhadap kondisi yang ada sekarang? Apakah dengan mengambil proyek yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang menguntungkan, ataukah justru lebih menguntungkan jika tidak melakukan apapun?
Misalnya, ketika perusahaan ingin memperbarui peralatan produksi yang sudah dimilikinya selama beberapa tahun dengan yang baru, dan menjual yang lama. Tentunya harus diperhitungkan incremental cash flow setelah pajak yang dihasilkan dari peralatan produksi yang baru tersebut. Mungkin saja ternyata incremental cash flow yang dihasilkan justru negative karena biaya perawatan peralatan baru lebih mahal, misalnya sementara penghematan tidak terlalu signifikan.
3.Perhitungkan Opportunity Cost
Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih suatu alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. Opportunity cost merupakan komponen yang seringkali dilupakan maupun salah dihitung dalam evaluasi capital budgeting. Hal ini seringkali disebabkan karena orang seringkali tidak menyadari adanya peluang lain yang dapat dihasilkannya.
Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah pribadi yang kita beli dengan harga Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk suatu proyek. Harga pasar tanah ini sekarang sekitar 2 miliar. Kesalahan yang seringkali terjadi adalah sama sekali tidak menghitung penggunaan tanah pribadi sebagai opportunity cost atau hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai opportunity cost, padahal potensi penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya jadi opportunity cost.
4. Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan
Cash flow yang boleh diperhitungkan dalam analisa capital budgeting hanyalah cash flow yang terpengaruh dari hasil keputusan capital budgeting tersebut. Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak akan muncul lagi dari suatu proyek atau investasi baru. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan untuk memperhitungkan sunk cost dalam suatu analisa capital budgeting, karena biayanya sudah terjadi sementara keputusan investasi yang diambil baru akan terjadi di masa depan.
Misalnya, ketika suatu perusahaan melakukan riset pasar terhadap produknya, maka itu adalah sunk cost. Sehingga, ketika melakukan evaluasi capital budgeting sebelum produksi dijalankan, sunk cost tersebut tidak diikutsertakan, karena memang sudah terjadi dan tidak akan terjadi lagi di masa depan.
5. Konsekuensi Proyek
Dalam melakukan analisa capital budgeting, Anda harus punya pandangan jauh ke depan. Arahkan fokus Anda juga kepada implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan proyek yang Anda ambil. Apakah ada risiko atau kemungkinan buruk yang memunculkan biaya tidak terduga? Jika ada biaya-biaya yang tersembunyi, perhitungkan juga dalam analisa.
Misalnya, proyek dari pengembangan produk baru, tentunya berpotensi untuk memakan pangsa pasar dari produk yang lama. Sehingga ini juga penting untuk dipertimbangkan.
(Bersambung)
1.Gunakan Selalu Cash Flow
Dalam melakukan capital budgeting, yang selalu digunakan adalah cash flow, bukannya accounting profit. Cash flow dan laba akuntansi mempunyai karakteristik yang sangat berbeda. Laba akuntansi baru dapat direalisasikan ketika diterima di kemudian hari, sementara arus kas benar-benar merupakan kas yang sudah diterima di tangan kita dan siap untuk diinvestasikan kembali.
Misalnya, jika kita mempunyai tanah, perlengkapan dan aset tetap lainnya, tentunya terdepresiasi selama beberapa tahun umur ekonomisnya. Dalam perhitungan laba akuntansi, depresiasi dimasukkan dalam komponen beban yang mengurangi laba akuntansi, padahal depresiasi tidak mengurangi arus kas. Sehingga, cash flow menjadi lebih relevan dalam melakukan capital budgeting.
2. Think Incrementally
Ketika mengevaluasi satu proyek capital budgeting, berusahalah untuk selalu think incrementally, yakni bagaimana tambahan yang dihasilkan oleh suatu proyek terhadap kondisi yang ada sekarang? Apakah dengan mengambil proyek yang satu ini akan menghasilkan tambahan yang menguntungkan, ataukah justru lebih menguntungkan jika tidak melakukan apapun?
Misalnya, ketika perusahaan ingin memperbarui peralatan produksi yang sudah dimilikinya selama beberapa tahun dengan yang baru, dan menjual yang lama. Tentunya harus diperhitungkan incremental cash flow setelah pajak yang dihasilkan dari peralatan produksi yang baru tersebut. Mungkin saja ternyata incremental cash flow yang dihasilkan justru negative karena biaya perawatan peralatan baru lebih mahal, misalnya sementara penghematan tidak terlalu signifikan.
3.Perhitungkan Opportunity Cost
Opportunity cost adalah nilai ekonomis yang hilang ketika seseorang memilih suatu alternative dibandingkan dengan alternative lainnya. Opportunity cost merupakan komponen yang seringkali dilupakan maupun salah dihitung dalam evaluasi capital budgeting. Hal ini seringkali disebabkan karena orang seringkali tidak menyadari adanya peluang lain yang dapat dihasilkannya.
Contoh, misalnya kita mempunyai sebidang tanah pribadi yang kita beli dengan harga Rp 1 miliar, dan ingin digunakan untuk suatu proyek. Harga pasar tanah ini sekarang sekitar 2 miliar. Kesalahan yang seringkali terjadi adalah sama sekali tidak menghitung penggunaan tanah pribadi sebagai opportunity cost atau hanya menghitung Rp1 miliar saja sebagai opportunity cost, padahal potensi penjualannya mencapai Rp2 miliar, yang seharusnya jadi opportunity cost.
4. Sunk Cost Tidak Masuk Perhitungan
Cash flow yang boleh diperhitungkan dalam analisa capital budgeting hanyalah cash flow yang terpengaruh dari hasil keputusan capital budgeting tersebut. Sunk cost adalah biaya yang sudah terjadi di masa lalu dan tidak akan muncul lagi dari suatu proyek atau investasi baru. Oleh karena itu, menjadi tidak relevan untuk memperhitungkan sunk cost dalam suatu analisa capital budgeting, karena biayanya sudah terjadi sementara keputusan investasi yang diambil baru akan terjadi di masa depan.
Misalnya, ketika suatu perusahaan melakukan riset pasar terhadap produknya, maka itu adalah sunk cost. Sehingga, ketika melakukan evaluasi capital budgeting sebelum produksi dijalankan, sunk cost tersebut tidak diikutsertakan, karena memang sudah terjadi dan tidak akan terjadi lagi di masa depan.
5. Konsekuensi Proyek
Dalam melakukan analisa capital budgeting, Anda harus punya pandangan jauh ke depan. Arahkan fokus Anda juga kepada implikasi-implikasi yang dihasilkan dari keputusan proyek yang Anda ambil. Apakah ada risiko atau kemungkinan buruk yang memunculkan biaya tidak terduga? Jika ada biaya-biaya yang tersembunyi, perhitungkan juga dalam analisa.
Misalnya, proyek dari pengembangan produk baru, tentunya berpotensi untuk memakan pangsa pasar dari produk yang lama. Sehingga ini juga penting untuk dipertimbangkan.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk comment tapi jangan SPAM ya..