Siapa sih yang tidak senang ketika menerima berita bahwa dirinya diterima bekerja di suatu perusahaan? Apalagi ketika kondisi yang ada adalah si calon karyawan sangat membutuhkan pekerjaan. Dengan bersemangat si calon karyawan akan memenuhi undangan dari si recruiter untuk menandatangani surat perjanjian kerja antara karyawan dan perusahaan. Pada pertemuan tersebut pula biasanya calon karyawan akan mengkonfirmasikan kembali masalah gaji yang akan diperolehnya. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar karyawan baru akan menaruh perhatian terbesar pada bagian ini. Ketika gaji yang tertera pada perjanjian kerja tersebut sudah dirasa sesuai dengan yang disepakati maka dengan yakin ia segera menandatangani surat perjanjian kerja tersebut.
Tetapi kemudian seiring berjalannya waktu, pada kenyataannya ada begitu banyak hal yang dipertanyakan. Bilamana cuti dapat diambil? Bagaimana dengan pergantian uang kesehatan? Bagaimana bila hendaka mengundurkan diri, dan sebagainya.Tidak jarang di kemudian hari karyawan mengajukan keberatan atau protes atas perlakuan yang ia terima. Namun ketika hal tersebut dibahas kembali dengan pihak HRD, maka didapati bahwa ternyata apa yang diajukan sebagai suatu keberatan tersebut sudah disepakati dalam surat perjanjian kerja yang telah ditandatangani oleh si karyawan pada awal masa kerjanya. Jika demikian maka si karyawan tidak dapat mengajukan keberatan atas hal tersebut.
Kerap kali tanpa disadari apa yang tercantum dalam surat kesepakatan kerja merupakan suatu hal yang bias. Namun saat itu bisa saja si karyawan tidak merasa penting untuk mengklarifikasinya sehingga pada kemudian hari hal tersebut menjadi suatu perdebatan. Misalnya mengenai cuti yang dapat diambil karyawan. Pada surat perjanjian kerja tertera kalimat, “karyawan berhak mendapatkan hak cuti sebanyak 12 hari setiap 12 bulan masa kerja”. Karyawan dapat berasumsi bahwa ia akan memperoleh cuti 12 hari kerja setiap tahunnya. Tetapi kemudian setelah ia melewati masa percobaan 3 bulan, HRD menolak pengajuan cutinya dengan alasan bahwa cuti dapat diambil setelah ia bekerja 12 bulan lamanya pada perusahaan. Si karyawan mungkin akan mengajukan keberatan tetapi hal ini pasti tidak akan dapat dikabulkan oleh karena si karyawan telah menandatangani surat perjanjian kerja di awal masa kerjanya.
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu disadari benar bahwa calon karyawan haruslah memahami apa yang tertera pada surat perjanjian kerja dan bagaimana pengaplikasiannya. Jangan segan untuk bertanya atau menunda penandatanganan ketika Anda belum mendapatkan penjelasan yang sesuai dengan apa yang anda butuhkan. Hal ini untuk menghindari kerugian yang dapat terjadi di kemudian hari.
Berikut adalah hal-hal yang perlu anda pahami benar sebelum anda menandatangani surat perjanjian kerja:
1. Pastikan semua benefit yang dijanjikan tertulis jelas pada surat tersebut. Jangan cepat puas dengan penjelasan serta kesepakatan secara lisan. Sebagai contoh, pastikan apakah gaji yang akan anda peroleh adalah pendapatan bersih atau pendapatan kotor.
2. Tanyakanlah secara jelas akan poin-poin yang ada dan jangan menandatanganinya sebelum anda benar-benar memahainya.
3. Jangan ragu untuk menanyakan bilamana penghasilan saudara akan mengalami peningkatan.
4. Pastikan tunjangan apa saja yang anda akan peroleh serta besarannya (bonus, lingkungan kerja, asuransi kerja (Jamsostek), jaminan kecelakaan, jaminan kematian, jaminan hari tua, tunjangan kesehatan dan sebagainya).
5. Pastikan apa saja fasilitas yang akan anda terima tercantum dengan jelas.
6. Pastikan jabatan dan kedudukan anda sudah sesuai dengan penawaran yang diberikan.
Selain benefit yang tertera di atas, anda pun hendaknya membaca dengan seksama segala peraturan yang berlaku serta konsekuensinya, seperti jam kerja, prosedur untuk cuti, ijin serta hak dan kewajiban karyawan.
Pastikan juga siapa yang menandatangani surat tersebut, tanggal dimulainya perjanjian serta tata tertib dan peraturan perusahaan.
Pada akhirnya pastikanlah anda memiliki salinan perjanjian tersebut.
Dengan demikian kesalahpahaman dikemudian hari pun dapat terelakkan.
Tetapi kemudian seiring berjalannya waktu, pada kenyataannya ada begitu banyak hal yang dipertanyakan. Bilamana cuti dapat diambil? Bagaimana dengan pergantian uang kesehatan? Bagaimana bila hendaka mengundurkan diri, dan sebagainya.Tidak jarang di kemudian hari karyawan mengajukan keberatan atau protes atas perlakuan yang ia terima. Namun ketika hal tersebut dibahas kembali dengan pihak HRD, maka didapati bahwa ternyata apa yang diajukan sebagai suatu keberatan tersebut sudah disepakati dalam surat perjanjian kerja yang telah ditandatangani oleh si karyawan pada awal masa kerjanya. Jika demikian maka si karyawan tidak dapat mengajukan keberatan atas hal tersebut.
Kerap kali tanpa disadari apa yang tercantum dalam surat kesepakatan kerja merupakan suatu hal yang bias. Namun saat itu bisa saja si karyawan tidak merasa penting untuk mengklarifikasinya sehingga pada kemudian hari hal tersebut menjadi suatu perdebatan. Misalnya mengenai cuti yang dapat diambil karyawan. Pada surat perjanjian kerja tertera kalimat, “karyawan berhak mendapatkan hak cuti sebanyak 12 hari setiap 12 bulan masa kerja”. Karyawan dapat berasumsi bahwa ia akan memperoleh cuti 12 hari kerja setiap tahunnya. Tetapi kemudian setelah ia melewati masa percobaan 3 bulan, HRD menolak pengajuan cutinya dengan alasan bahwa cuti dapat diambil setelah ia bekerja 12 bulan lamanya pada perusahaan. Si karyawan mungkin akan mengajukan keberatan tetapi hal ini pasti tidak akan dapat dikabulkan oleh karena si karyawan telah menandatangani surat perjanjian kerja di awal masa kerjanya.
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman maka perlu disadari benar bahwa calon karyawan haruslah memahami apa yang tertera pada surat perjanjian kerja dan bagaimana pengaplikasiannya. Jangan segan untuk bertanya atau menunda penandatanganan ketika Anda belum mendapatkan penjelasan yang sesuai dengan apa yang anda butuhkan. Hal ini untuk menghindari kerugian yang dapat terjadi di kemudian hari.
Berikut adalah hal-hal yang perlu anda pahami benar sebelum anda menandatangani surat perjanjian kerja:
1. Pastikan semua benefit yang dijanjikan tertulis jelas pada surat tersebut. Jangan cepat puas dengan penjelasan serta kesepakatan secara lisan. Sebagai contoh, pastikan apakah gaji yang akan anda peroleh adalah pendapatan bersih atau pendapatan kotor.
2. Tanyakanlah secara jelas akan poin-poin yang ada dan jangan menandatanganinya sebelum anda benar-benar memahainya.
3. Jangan ragu untuk menanyakan bilamana penghasilan saudara akan mengalami peningkatan.
4. Pastikan tunjangan apa saja yang anda akan peroleh serta besarannya (bonus, lingkungan kerja, asuransi kerja (Jamsostek), jaminan kecelakaan, jaminan kematian, jaminan hari tua, tunjangan kesehatan dan sebagainya).
5. Pastikan apa saja fasilitas yang akan anda terima tercantum dengan jelas.
6. Pastikan jabatan dan kedudukan anda sudah sesuai dengan penawaran yang diberikan.
Selain benefit yang tertera di atas, anda pun hendaknya membaca dengan seksama segala peraturan yang berlaku serta konsekuensinya, seperti jam kerja, prosedur untuk cuti, ijin serta hak dan kewajiban karyawan.
Pastikan juga siapa yang menandatangani surat tersebut, tanggal dimulainya perjanjian serta tata tertib dan peraturan perusahaan.
Pada akhirnya pastikanlah anda memiliki salinan perjanjian tersebut.
Dengan demikian kesalahpahaman dikemudian hari pun dapat terelakkan.
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk comment tapi jangan SPAM ya..