(Managementfile - HR) - Baru-baru ini, dalam suatu meeting yang diadakan di kantor saya, muncul pertanyaan dari salah seorang bos : Apa sebenarnya dampak dari training yang sudah diadakan selama ini? Apakah training-training yang telah diadakan dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit itu telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian bisnis dan tujuan perusahaan ?Tentu saja pertanyaan tersebut tidak mudah untuk di jawab, namun bukan berarti tidak dapat dijawab sama sekali.
Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia Training & Development, pertanyaan tersebut sungguh menggelitik hati saya, sehingga timbul satu dorongan yang sangat kuat untuk membuktikan bahwa pelaksanaan training yang telah menghabiskan puluhan milyar budget selama ini bukanlah sesuatu yang sia-sia. Namun memang perlu didefinisikan lebih lanjut, kontribusi yang seperti apa yang telah diberikan melalui pelaksanaan training ini?
Secara umum ukuran keberhasilan dari program-program pelatihan secara langsung mencakup 3 (tiga) hal khusus yang meliputi: 1. Keberhasilan dari pembentukan Mind-Set (Pola Pikir) yang mencakup mengenai cara pikir karyawan di suatu perusahaan yang diharapkan sejalan dan mendukung visi dan misi Perusahaan, 2. Keberhasilan pembentukan Kompetensi yang meliputi knowledge, skill dan attitude karyawan, dan ke 3. Pembinaan Behavior atau perilaku karyawan yang efektif di dalam mendukung visi, misi dan strategy bisnis. Ketiga hal tersebut di atas biasanya disingkat dengan MCB : Mindset, Competency dan Behavior.
Kita sering mendengar bahwa memang pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ataupun menutup jurang atau gap dari kompetensi yang disayaratkan oleh posisi tersebut dengan realita kompetensi dari karyawan, namun sering juga kita dengar bahwa setelah training, karyawan tidak bisa memperlihatkan suatu perkembangan kearah yang lebih baik.
Pentingnya Evaluasi Program Pelatihan
Untuk menilai keberhasilan suatu program pelatihan, maka hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah bagaimana kita memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan.
Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.
Mengukur Efektivitas Training
Dalam beberapa hasil observasi yang dilakukan ada beberapa langkah pengukuran yang dapat diterapkan oleh perusahaan di dalam mengukur efektivitas dari hasil training program, salah satunya adalah rekomendasi yang pernah disampaikan oleh Dr. John Sullivan yang menjabat sebagai Head and Professor of Human Resource Management College of Business, San Francisco State University. Menurut Dr. Sullivan setidaknya perlu dilakukan penerapan 4 (empat) langkah dasar di dalam mengukur efektivitas training yaitu:
1. Mengukur kinerja karyawan sebelum pelaksanaan training
Dalam pengukuran ini perlu diidentifikasi dengan jelas mengenai peran (roles) dari karyawan seperti yang diharapkan di dalam job description. Dalam fase ini juga perlu dilakukan observasi dan interview yang mendalam terhadap semua pihak yang terlibat dengan karyawan tersebut terutama juga adalah klarifikasi dari atasan karyawan mengenai performance daari MCB karyawan dibandingkan dengan peran dan harapan perusahaan terhadap MCB karyawan. Proses ini lazimnya dikenal dengan istilah assessment hasil kinerja meskipun mungkin tidak mempergunakan assessment dengan metoda yang menyeluruh.
Hasil observasi dari performa kinerja saat ini dan kinerja yang diharapkan akan diterapkan sebagai MCB gap yang akan dituangkan di dalam format-format khusus dan tentunya diikuti dengan prioritas-prioritas training yang akan diikuti karyawan. Pada perkembangannya mungkin banyak pendapat ahli yang berkiblat kepada "strength based" metodologi yang pernah dan akan diulas lagi dalam berbagai kesempatan mendatang, dimana karyawan tidak diharapkan untuk sempurna di semua hal yang berkaitan dengan MCB tetapi lebih berorientasi untuk membuat suatu tim kerja yang saling dapat mengatasi kelemahan antar anggota tim. Pada fase ini perlu sekali untuk kita perhatikan bahwa program-program pelatihan ini tidak akan bertujuan mengatasi 100% kelemahan karyawan tetapi lebih kepada harapan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kelemahan MCB dapat ditingkatkan dalam level yang diharapkan.
2. Memonitor pelaksanaan training itu sendiri
Dimana perlu diamati dengan baik bagaimana performance dan keterlibatan karyawan di dalam pelaksanaan training tersebut, apakah training tersebut secara efektif memuaskan dan dapat dimengerti dengan baik oleh karyawan dan lebih jauh lagi adalah usaha untuk mengukur level pemahaman karyawan sebelum dan sesudah training tersebut dilaksanakan. Dalam fase ini juga perlu dijabarkan dengan baik kepada atasan karyawan yang mengikuti training mengenai jalannya pelaksanaan training dan performance karyawan di dalam pelaksanaan training.
3. Memonitor efektivitas training
Dalam pelaksanaan training tentunya tidak semua karyawan mampu secara langsung untuk berubah sehingga dapat diprediksi akan terjadi tenggang waktu antara perubahan MCB yang diharapkan dengan berakhirnya waktu training. Pengukuran tenggang waktu ini perlu dilakukan untuk melihat efektivitas dari dampak training itu sendiri. Semakin kecil tenggang waktu yang terjadi maka akan semakin cepat dampak perubahan yang terjadi.
4. Mencantumkan hasil pelaksanaan training di dalam lembar penilaian kinerja yang akan dinilai dan dikomunikasikan secara terbuka kepada masing-masing karyawan serta mempengaruhi hasil akhir penilaian kinerja karyawan. Dengan mencantumkan rencana training dan hasil pelaksanaannya dalam penilaian kinerja maka pada setiap kesempatan pelatihan berikutnya karyawan akan berusaha untuk bersungguh-sungguh untuk mengikuti pelatihan dengan baik dan selanjutnya berusaha untuk mengaplikasikan hasil training dalam tugas sehari-hari.
Pada akhirnya perlu disadari dan dijelaskan dengan baik kepada seluruh karyawan bahwa masalah pelatihan dan pengembangan karir adalah bukan semata-mata tanggung jawab atasan akan tetapi juga merupakan tanggung jawab masing-masing karyawan. Semakin karyawan bertanggung jawab terhadap pengembangan dirinya maka akan semakin memudahkan bagi atasan untuk memantau dan menilai kemajuan kinerja karyawan dan pada akhirnya akan tercapai suatu budaya pembelajaran yang tinggi yang pada akhirnya akan menaikkan nilai produktivitas dan daya saing perusahaan.
Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia Training & Development, pertanyaan tersebut sungguh menggelitik hati saya, sehingga timbul satu dorongan yang sangat kuat untuk membuktikan bahwa pelaksanaan training yang telah menghabiskan puluhan milyar budget selama ini bukanlah sesuatu yang sia-sia. Namun memang perlu didefinisikan lebih lanjut, kontribusi yang seperti apa yang telah diberikan melalui pelaksanaan training ini?
Secara umum ukuran keberhasilan dari program-program pelatihan secara langsung mencakup 3 (tiga) hal khusus yang meliputi: 1. Keberhasilan dari pembentukan Mind-Set (Pola Pikir) yang mencakup mengenai cara pikir karyawan di suatu perusahaan yang diharapkan sejalan dan mendukung visi dan misi Perusahaan, 2. Keberhasilan pembentukan Kompetensi yang meliputi knowledge, skill dan attitude karyawan, dan ke 3. Pembinaan Behavior atau perilaku karyawan yang efektif di dalam mendukung visi, misi dan strategy bisnis. Ketiga hal tersebut di atas biasanya disingkat dengan MCB : Mindset, Competency dan Behavior.
Kita sering mendengar bahwa memang pelatihan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi ataupun menutup jurang atau gap dari kompetensi yang disayaratkan oleh posisi tersebut dengan realita kompetensi dari karyawan, namun sering juga kita dengar bahwa setelah training, karyawan tidak bisa memperlihatkan suatu perkembangan kearah yang lebih baik.
Pentingnya Evaluasi Program Pelatihan
Untuk menilai keberhasilan suatu program pelatihan, maka hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah bagaimana kita memperhatikan aspek evaluasi dari training itu sendiri. Dengan adanya evaluasi training, membuat kita menjadi lebih sadar terhadap bagaimana impact terhadap peserta training (learner) sebelum training dan sesudah training.
Komitmen terhadap proses belajar sangatlah kuat tergantung dari kepercayaan diri dan kepercayaan bahwa hasil training dapat dicapai, oleh karenanya bagaimana design dan pengelolaannya dan hasil laporan ke peserta mengenai trainingnya adalah bagian yang sangat penting dari proses pembelajaran dan pengembangan.
Sebaliknya bila peserta / learners menerima hanya hasil negatif saja dari test dan feedback, maka ide secara keluruhan dari training itu sendiri akan hilang. Artinya kita harus selalu melihat sisi positifnya dari hasil yang negatif. Hasil evaluasi training harus selalu didukung, dan tidak dikritik dengan tanpa memberikan hal positif, dan secara pasti juga tidak perlu memfokuskan kepada suatu kegagalan.
Jadi kembali perlu kita perhatikan bersama yaitu evaluasi training tidak hanya perlu untuk trainer atau penyedia training ataupun manajemen namun sangatlah vital untuk peserta training itu sendiri, yang mungkin bisa dikatakan bahwa ini merupakan alasan terpenting untuk mengevaluasi peserta secara tepat, adil, dengan disituasi apa pun.
Mengukur Efektivitas Training
Dalam beberapa hasil observasi yang dilakukan ada beberapa langkah pengukuran yang dapat diterapkan oleh perusahaan di dalam mengukur efektivitas dari hasil training program, salah satunya adalah rekomendasi yang pernah disampaikan oleh Dr. John Sullivan yang menjabat sebagai Head and Professor of Human Resource Management College of Business, San Francisco State University. Menurut Dr. Sullivan setidaknya perlu dilakukan penerapan 4 (empat) langkah dasar di dalam mengukur efektivitas training yaitu:
1. Mengukur kinerja karyawan sebelum pelaksanaan training
Dalam pengukuran ini perlu diidentifikasi dengan jelas mengenai peran (roles) dari karyawan seperti yang diharapkan di dalam job description. Dalam fase ini juga perlu dilakukan observasi dan interview yang mendalam terhadap semua pihak yang terlibat dengan karyawan tersebut terutama juga adalah klarifikasi dari atasan karyawan mengenai performance daari MCB karyawan dibandingkan dengan peran dan harapan perusahaan terhadap MCB karyawan. Proses ini lazimnya dikenal dengan istilah assessment hasil kinerja meskipun mungkin tidak mempergunakan assessment dengan metoda yang menyeluruh.
Hasil observasi dari performa kinerja saat ini dan kinerja yang diharapkan akan diterapkan sebagai MCB gap yang akan dituangkan di dalam format-format khusus dan tentunya diikuti dengan prioritas-prioritas training yang akan diikuti karyawan. Pada perkembangannya mungkin banyak pendapat ahli yang berkiblat kepada "strength based" metodologi yang pernah dan akan diulas lagi dalam berbagai kesempatan mendatang, dimana karyawan tidak diharapkan untuk sempurna di semua hal yang berkaitan dengan MCB tetapi lebih berorientasi untuk membuat suatu tim kerja yang saling dapat mengatasi kelemahan antar anggota tim. Pada fase ini perlu sekali untuk kita perhatikan bahwa program-program pelatihan ini tidak akan bertujuan mengatasi 100% kelemahan karyawan tetapi lebih kepada harapan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kelemahan MCB dapat ditingkatkan dalam level yang diharapkan.
2. Memonitor pelaksanaan training itu sendiri
Dimana perlu diamati dengan baik bagaimana performance dan keterlibatan karyawan di dalam pelaksanaan training tersebut, apakah training tersebut secara efektif memuaskan dan dapat dimengerti dengan baik oleh karyawan dan lebih jauh lagi adalah usaha untuk mengukur level pemahaman karyawan sebelum dan sesudah training tersebut dilaksanakan. Dalam fase ini juga perlu dijabarkan dengan baik kepada atasan karyawan yang mengikuti training mengenai jalannya pelaksanaan training dan performance karyawan di dalam pelaksanaan training.
3. Memonitor efektivitas training
Dalam pelaksanaan training tentunya tidak semua karyawan mampu secara langsung untuk berubah sehingga dapat diprediksi akan terjadi tenggang waktu antara perubahan MCB yang diharapkan dengan berakhirnya waktu training. Pengukuran tenggang waktu ini perlu dilakukan untuk melihat efektivitas dari dampak training itu sendiri. Semakin kecil tenggang waktu yang terjadi maka akan semakin cepat dampak perubahan yang terjadi.
4. Mencantumkan hasil pelaksanaan training di dalam lembar penilaian kinerja yang akan dinilai dan dikomunikasikan secara terbuka kepada masing-masing karyawan serta mempengaruhi hasil akhir penilaian kinerja karyawan. Dengan mencantumkan rencana training dan hasil pelaksanaannya dalam penilaian kinerja maka pada setiap kesempatan pelatihan berikutnya karyawan akan berusaha untuk bersungguh-sungguh untuk mengikuti pelatihan dengan baik dan selanjutnya berusaha untuk mengaplikasikan hasil training dalam tugas sehari-hari.
Pada akhirnya perlu disadari dan dijelaskan dengan baik kepada seluruh karyawan bahwa masalah pelatihan dan pengembangan karir adalah bukan semata-mata tanggung jawab atasan akan tetapi juga merupakan tanggung jawab masing-masing karyawan. Semakin karyawan bertanggung jawab terhadap pengembangan dirinya maka akan semakin memudahkan bagi atasan untuk memantau dan menilai kemajuan kinerja karyawan dan pada akhirnya akan tercapai suatu budaya pembelajaran yang tinggi yang pada akhirnya akan menaikkan nilai produktivitas dan daya saing perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar
Yuk comment tapi jangan SPAM ya..